Temanggung – Pembelajaran anak usia dini sesungguhnya harus menekankan pada keterlibatan anak secara aktif, sehingga anak dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Dengan diberikan pengalaman langsung, anak akan memahami konsep yang dipelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahami.
Kantor Kementerian Agama Kab. Temanggung terus berupaya meningkatkan mutu lembaga pendidikan di bawah naungannya. Lewat Workshop Penguatan Kualitas Guru, semua guru yang tergabung dalam IGBA se Kabupaten Temanggung, secara resmi mengkuti dengan seksama kegiatan yang digelar di Gedung Panti Asuhan Yatim Piatu Putra Muhammadiyah Temanggung pada tanggal 9 – 10 Desember 2016, dengan mengambil Tema “Peningkatan Kualitas Guru”.
Narasumber kegiatan ini dari Tim Asesor Akreditasi Jawa Tengah, yaitu Lilis Madyawati, M.Pd dengan tema Pembekelan Akreditasi Tahun 2017, dan Hariyanto, S.Pd mengambil tema gerak dan lagu dengan jumlah peserta 160 orang Guru Ikatan Guru BA Kab. Temanggung.
Workshop ini dilaksanakan untuk menemukan strategi atau model pembelajaran yang benar dan tepat diajarkan kepada anak-anak usia dini. Workshop ini menjadi penting, karena diasumsikan masih banyaknya BA yang belum menerapkan strategi atau model pembelajaran yang benar dan tepat bagi anak didiknya.
Dalam kesempatan itu, hadir Kasi Pendidikan Madrasah, yang membuka secara resmi kegiatan tersebut. Kasi Penma Kemenag Kab. Temanggung, Drs. Yusuf Purwanto mengatakan, tujuan diselenggarakannya kegiatan tersebut, tak lain sebagai penguatan kualitas guru dan tenaga kependidikan yang ada pada BA Kabupaten Temanggung.
Tingginya partisipasi masyarakat serta cepatnya perkembangan lembaga BA, ternyata belum diikuti dengan kualitas pembelajaran (mutu) yang standard. Dalam persoalan mutu, ditengarai ada dua titik lemah penyelenggaraan BA, yaitu : Pertama, jumlah dan kualifikasi guru BA. Dari sisi jumlah dan kualifikasi, perbandingan antara jumlah peserta didik dengan jumlah guru PAI yang berkualitas sangat tidak sebanding. Kedua, belum adanya instrumen standar baku, baik yang menyangkut standar materi, sarana prasarana, model pembelajaran, evaluasi, maupun instrumen lainnya, sehingga mutu antara satu BA dengan BA lainnya bervariasi. ” Semoga dengan kegiatan ini, guru BA lebih profesional dalam mendidik siswa-siswinya,” pungkasnya.