Temanggung – Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Temanggung, Ahmad Muhdzir memberikan pengarahan diacara yang bertajuk “Kakankemenag Menyapa Guru Madrasah” se-Kecamatan Tembarak. Turut hadir dalam kegiatan Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Ahmad Sugiarto, pengawas madrasah Kecamatan Tembarak, Musrinah dan guru madrasah se-Kecamatan Tembarak, di Angkringan Kebon Salak Kecamatan Tembarak, Kamis (12/5).
Akhmad Muhdzir menerangkan, bahwa bangsa Indonesia yang beragam suku bangsa, bahasa, budaya dan agama menjadi modal yang sangat besar untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa.
“Kemajemukan yang beragam ini, ada riak-riak sedikit peristiwa yang berbau SARA, kekerasan, dan berkembangnya radikalisme,” katanya.
Selanjutnya, kondisi ini tidak bisa dibiarkan berlarut yang dapat berakibat akan munculnya disintegrasi bangsa.
“Perlu diupayakan ada gerakan masif, untuk menanamkan sikap moderat dan toleran di semua kalangan, termasuk para guru madrasah di lingkungan Kementerian Agama,” tegasnya.
Ditambahkan olehnya, bahwa moderasi beragama mempunyai beberapa indikator diantaranya adanya komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan penerimaan terhadap kebudayaan lokal.
Beliau menyampaikan empat pilar dalam mempertahankan kebhinekaan, keberagaman agama dan adat istiadat bangsa di negara tercinta ini. Seperti maraknya dalam pemberitaan bahwasannya sebagai guru bisa mengendalikan dan menyelesaikan suatu masalah dengan anti kekerasan agar bangsa ini bisa berkembang dan bekerjasama dengan tentram dan nyaman untuk bisa menuju Indonesai maju.
“Keberagaman budaya dan adat istiadat ini akan bisa menjaga Moderasi Beragama di lingkungan kita terutama di dunia pendidikan,” ungkapnya.
Diakhir sambutannya Kepala Kemenag menambahkan, tradisi saling bermaafan saat lebaran dengan saling mengunjungi atau bersilaturahmi yang kemudian disebut Halal bi halal memang hanya ada di Indonesia juga sebagian di Asia Tenggara. Kita tidak menemukan tradisi itu di negara-negara lain. Bahkan di Arab sekalipun, di mana Islam pertama kali muncul dari sana, kita tak akan menemukannya.
Lalu, kenapa kita mesti saling bermaafan? bagi sebagian kalangan, hal ini akan dinilai mengada-ada, karena dianggap tak ada dasarnya. Tapi bagaimanapun tradisi ini telah berurat akar dan menjadi tradisi nusantara yang cukup tua. Tak hanya di kampung dan di desa-desa, saling bermaafan juga dilakukan semua kalangan. Tidak hanya umat Islam.
“Atas nama pribadi serta atas nama Kepala kantor saya menyampaikan permohonan maaf sekaligus ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri 1440 Hijriah,”ucapnya.(sr).