Temanggung – Pernikahan bagi umat Islam merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami isteri berdasar akad nikah dengan tujuan membentuk keluarga sakinah atau rumah tangga yang bahagia sesuai hukum Islam. Oleh karena demikian pentingnya perkawinan atau pernikahan, maka ia harus dilakukan menurut ketentuan hukum Islam dan oleh karena itu keberadaannya perlu dilindungi oleh hukum negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar perkawinan tersebut mempunyai kekuatan hukum.
Meskipun sosialisasi tentang prosedur nikah di KUA tanpa biaya sudah gencar dilakukan, ada beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa nikah siri masih terjadi. Kejadian nikah siri itu terjadi di masa lampau, namun dampaknya masih terbawa hingga saat ini.
Menanggapi fenomena tersebut, KUA Kecamatan Kedu bekerjasama dengan Desa Kutoanyar Kedu mengadakan kegiatan Sosialisasi Larangan Pernikahan Siri. Hadir pada kegiatan tersebut H. Sujari Kepala KUA Kecamatan Kedu selaku narasumber, Camat Kedu dan 61 peserta terdiri Ketua RT se Desa Kutoanyar, tokoh mayarakat, tokoh agama se Desa Kutoanyar dan perangkat Desa Kutoanyar, dengan jumlah keseluruhan 61 peserta, mengingat merekalah yang biasanya menjadi tempat bertanya sanak keluarga, tetangga, dan warga masyarakat di sekitarnya. Kegiatan dilaksanakan di Balai Desa Kutoanyar Kedu, Selasa (07/12).
Sosialisasi ini dibuka oleh Camat Kedu yang diwakili oleh H. Makhasin. Dalam sambutannya, H. Makhasin menyampaikan sangat mengapresiasi adanya kegiatan Sosialisasi Larangan Nikah Siri dan Pemulasaran Jenazah, semoga kegiatan tersebut selalu membawa, berkah, khikmah, manfaat di masyarakat Desa Kutoanyar.
Makhasin berharap melalui kegiatan ini dapat menghilangkan keragu-raguan masyarakat terkait tata cara pemulasaran jenazah Covid-19 sesuai dengan yang disyariatkan agama. Selain itu, bantuan dari tokoh-tokoh agama untuk mensosialisasikan dan memberikan pengertian kepada umatnya, juga sangat diharapkan, termasuk meyakinkan bahwa Covid-19 itu benar-benar ada.
“Mari bersama-sama kita mematuhi protokol kesehatan. Kalau dulu ada 3 M, kemudian 4 M dan 5 M, serta sekarang 10 M. Kalau saya minta satu M aja dari masyarakat, yaitu Manut,” ujarnya.
Kepala KUA Kedu, H. Sujari dalam materinya menjelaskan bahwa KUA sebagai garda terdepan tempat pelayanan keagamaan memandang perlu mengadakan sosialisasi mengenai arti penting mencatatkan perkawinan di KUA dan dampak negatif nikah siri serta solusi bagi pasangan yang sudah terlanjur melakukan nikah siri di masa lampau.
“Banyak sekali dampak negatif dari nikah siri ini bagi keluarga khususnya bagi istri dan anak, seperti bagi istri, tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami jika suami meninggal dan bagi anak, akan sulit untuk memberikan administrasi kependudukan karena tidak ada bukti pernikahan orang tuanya,” ujarnya.
Disamping materi tentang Sosialisasi Larangan Nikah Siri juga disampaikan materi tentang Pemulasaran Jenazah.(sr)