Temanggung– Dalam rangka mengantipasi dan menangkal paham radikal di kalangan milenial/pelajar, FKUB Temanggung bekerja sama dengan Pokjaluh Kementerian Agama Kabupaten Temanggung mengadakan kegiatan Sekolah Moderasi di kalangan pelajar SMA/SMK, Kamis (14/11) bertempat di Aula Kementerian Agama Kabupaten Temanggung. Kegiatan tersebut di ikuti 100 pelajar dari 30 sekolah SMA/SMK dan guru pendamping. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari deklarasi Generasi Temanggung Rukun.
Ketua FKUB Kabupaten Temanggung KH M. Faizun dalam sambutanya menegaskan, baik dan buruknya masyarakat serta negara sangat tergantung pada generasi mudanya. “Sejarah telah membuktikan bahwa yang menggelorakan perjuangan mengusir penjajah adalah generasi muda dengan sumpah pemuda tanpa memandang suku, bahasa dan agama. Mereka bersumpah untuk menjaga kerukunan dan bersatu. Ruh ini harus terus di gelorakan serta ditanamkan kepada generasi muda demi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara,“ ujarnya.
Sementara itu Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Temanggung, H. Saefudin, menyampaikan generasi milenial harus mampu untuk mengikuti perkembangan Iptek dan jangan sampai gaptek. Tetapi tidak boleh meninggalkan warisan budaya dan nilai-nilai luhur bangsa sebagai pengendali. “Anak-anak pelajar jangan mudah terpengaruh dengan paham-paham baru yang cenderung radikal dan merusak kerukunan yang telah terjalin dengan baik, “ harapnya.
Sebagai pemateri dalam kegiatan sekolah moderasi tersebut adalah Ahmad Sholeh. Dia menyampaikan mengapa kita harus moderat, hal ini dikarenakan kita hidup di negara yang multi agama, multi etnis dan multi bahasa. Indonesia memang sudah di takdirkan oleh Allah menjadi negara yang masyarakatnya majemuk, maka yang harus kita lakukan bukan mencari perbedaan karena memang sudah beda tetapi kita cari titik temu dan kesamaan dalam ajaran agama.
“Semua agama mengajarkan ketuhanan, mengajarkan syariat dan ritual yang berbeda, namun kita harus sadar bahwa dari ajaran-ajaran agama yang berbeda itu ada kesamaan bahwa umat beragama baiknya seperti apapun menjalankan syariat vertikal dan ritual. Tidak akan dikatakan baik dan tidak akan membawa makna serta manfaat kalau tidak bernilai kemanusiaan sebab inti ajaran agama dalam kehidupan adalah kemanusiaan dan memanusiakan manusia, “ urainya.
Ahmad Sholeh juga menyampaikan munculnya golongan (Islam) dengan paham takfiri dan merasa benar sendiri yang lain salah, disebabkan mereka sepotong-sepotong dan tidak tuntas dalam memahami agama. Islam tidak pernah mengajarkan permusuhan dengan siapapun termasuk dengan yang beda agama. Maka mari kita mencontoh generasi pendahulu yang telah berhasil mewujudkan hidup guyub rukun dalam masyarakat yang berbeda dan hal ini akan terus terjaga dengan baik dan lestari apabila semua umat beragama kembali pada nilai-nilai yang telah diwariskan oleh nenek moyang Bangsa Indonesia yaitu tepo seliro toleransi, gotong royong.
“Semua itu telah diamalkan dan diajarkan bahkan menjadi kesepakatan luhur bangsa Indonesia (mitsaq) yang tertuang dalam falsafah hidup bangsa yaitu Pancasila. Setelah ketuhanan harus kemanusiaan, sebab nilai ketuhanan adalah nilai langit maka harus diturunkan ke bumi menjadi nilai kemanusiaan. Artinya generasi sekarang wajib menjaga dan kembali pada Pancasila sebagai titik temu serta kunci kerukunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,“ pungkasnya.(sr)